Kota Pontianak Kota Damai


Di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, terdapat 10 bangunan tua yang diusulkan menjadi cagar budaya atau benda warisan budaya.
Yaitu Masjid Jami, Tugu Khatulistiwa, Makam Batu Layang, Istana Kadriah, Kantor Bappeda Pontianak, Kantor Pos Barang, SDN 14 Tamar, Vihara Bodhisatva Karaniya Metta, Surau Bait An Nur dan Lapangan Keboen Sajoek. Yuk kita ketahui sekilas tentang 10 bangunan yang ada di Kota Pontianak!

1. Masjid Jami Pontianak
Masjid ini dikenal juga dengan nama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman. Adalah masjid tertua dan terbesar di Kota Pontianak. Masjid ini merupakan satu dari dua bangunan yang menjadi pertanda berdirinya Kota Pontianak pada 1771 Masehi, selain Keraton Kadriyah.
Pendiri masjid berkapasitas 1.500 jamaah ini sekaligus pendiri Kota Pontianak adalah Syarif Abdurrahman Alkadrie. Ia seorang keturunan Arab, anak Al Habib Husein, seorang penyebar agama Islam dari Jawa.
Al Habib Husein datang ke Kerajaan Matan pada 1733 Masehi. Al Habib Husein menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) Sultan Kamaludin, bernama Nyai Tua. Dari pernikahan itu lahirlah Syarif Abdurrahman Alkadrie, yang meneruskan jejak ayahnya menyiarkan agama Islam.
Syarif Abdurrahman melakukan perjalanan dari Mempawah dengan menyusuri Sungai Kapuas. Ikut dalam rombongannya sejumlah orang yang menumpang 14 perahu. Rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak pada 23 Oktober 1771.
Kemudian mereka membuka dan menebas hutan di dekat muara itu untuk dijadikan daerah permukiman baru. Abdurrahman mendirikan sebuah kerajaan baru Pontianak. Ia pun membangun masjid dan istana untuk sultan.
Masjid yang dibangun aslinya beratap rumbia dan konstruksinya dari kayu. Syarif Abdurrahman kemudian meninggal dunia pada 1808 masehi.
2. Tugu Khatulistiwa
Tugu Khatulistiwa atau Equator Monument berada di Jalan Khatulistiwa, Pontianak Utara. Lokasinya berada sekitar 3 kilometer dari pusat Kota Pontianak, ke arah Kabupaten Mempawah.
Tugu ini menjadi salah satu ikon wisata Kota Pontianak dan selalu dikunjungi masyarakat, khususnya wisatawan yang datang ke Kota Pontianak.
Setiap 21-23 Maret, di tugu ini dilaksanakan kegiatan Titik Kulminasi. Fenomena alam ketika matahari tepat berada di garis khatulistiwa. Pada saat itu posisi matahari akan tepat berada di atas kepala sehingga menghilangkan semua bayangan benda-benda dipermukaan bumi. Telur pun bisa berdiri.
3. Makam Batu Layang
Makam Kesultanan Pontianak di Batu Layang merupakan aset ketiga warisan Kesultanan Pontianak sesudah Istana Kadriah dan Mesjid Sultan Abdurrahman. Konon ketiga lokasi ini mempunyai letak dengan garis lurus dari istana, dari arah timur ke barat.

4. Istana Kadriah
Pendirian Pontianak, pada 239 tahun yang lalu, tidak lepas pula dari sejarah pendirian Istana Kadriah yang terletak tepat di persimpangan sungai, yakni Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas.
Pendirian Istana Kadriah sendiri dilakukan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, anak seorang hakim agama Kerajaan Matan yang telah sering berkeliling dan bertemu dengan banyak saudagar dunia, pada Rabu, 23 Oktober 1771 M. Semua sejarah ini dapat dibaca langsung oleh setiap mereka yang mengunjungi Istana Kadriah.
5. Kantor Bappeda Pontianak
Kantor Bappeda Pontianak yang terletak di Jalan Zainuddin, Kecamatan Pontianak Kota ini dulunya merupakan Komplek Kantor Residen Bangunan abad 20 masehi. Juga pernah dijadikan kantor Wali Kota Pontianak pada zaman Belanda.
Desain bangunannya masih dipertahankan dari zaman dulu hingga saat ini. Lantai kayu, jendela kayu dan atap sirap. Kantor ini juga memiliki dua ruang aula yang sering dipakai untuk kegiatan seminar, rapat ataupun FGD
6. Kantor Pos Barang
Terletak di Jalan Rahadi Usman, Kecamatan Pontianak Kota, tepat di depan Alun-alun Kapuas. Berada satu komplek dengan bangunan-bangunan penting Pontianak seperti Kantor Bank Indonesia Lama, Kantor Walikota, dan Makorem XII Tanjungpura yang kini berubah menjadi Mapomdam.Saat ini kantor pos yang merupakan bangunan kolonial Belanda pada tahun 1937 itu, tidak lagi difungsikan sebagai kantor pos, dan rencananya akan dijadikan perpustakaan ataupun museum.
Bangunan ini sebenarnya memanjang ke belakang, dengan aksen membulat di lobby utama dan atap meruncing.
7. SDN 14 Tamar
Secara administratif bangunan SDN 14 Tamar ini berada di Jalan Tamar, Kelurahan Mariana, Kecamatan Pontianak Kota. Dulunya ini SDN 46. Sekolah kolonial Belanda ini dibangun pada 1928. Bangunan SDN 14 Tamar merupakan bangunan panggung dengan tiang terbuat dari kayu belian, berdenah persegi panjang bercirikan arsitektur tradisional Melayu.
Bangunan ini memiliki lima tangga masuk. Empat tangga masuk terdapat di bagian depan dan satu tangga masuk di bagian belakang. Dua tangga masuk di bagian depan memiliki atap bertingkat yang menyatu dengan atap utama bangunan.
Lantai bangunan berbahan kayu belian berwarna coklat tua dan atapnya merupakan sirap berbahan kayu berbentuk pelana bertingkat dua yang dipisahkan oleh dinding dengan jendela-jendela yang berfungsi sebagai lubang angin.
Pada bagian luar bangunan terdapat selasar berpagar kayu dengan tinggi 0,5 meter yang mengelilingi bangunan dengan atap terpisah dari atap utama.
Bangunan ini dulunya adalah Hollandsch Inlandsche School (HIS), sebutan SD pada masa Belanda. Pemerintah Hindia Belanda mendirikan HIS dengan tujuan untuk mengadakan pendidikan volkschool.
Awalnya, sekolah tersebut hanya diperuntukan bagi anak-anak orang Belanda saja. Pada tahun 1928, Pemerintah Hindia Belanda memperbolehkan orang pribumi untuk bersekolah di HIS tersebut, walaupun masih sebatas memperbolehkan anak-anak petinggi dan pejabat saja.
Baru pada tahun 1950 usai Indonesia mengalami kemerdekaan, masyarakat pribumi dari semua kalangan diperbolehkan dan memiliki kesempatan yang sama dengan yang lainnya dalam mengenyam pendidikan di sekolah ini.
8. Vihara Bodhisatva Karaniya Metta
Konon merupakan vihara tertua di Kota Pontianak. Vihara ini berada di Jalan Sultan Muhammad, Kelurahan Darat Sekip, Kecamatan Pontianak Kota.
Vihara ini mulai dibangun pada tahun 1829 dan direhab permanen pada 1906. Vihara ini merupakan gabungan dari tiga kelenteng. Dua kelenteng sebelumnya terletak di Parit Pekong dan Sheng Hie.
Ketika memasuki vihara tersebut gapura nan sederhana berhias warna merah untuk menyambut pengunjung yang datang. Di depan vihara terdapat tempat dupa atau gaharu yang dibawa oleh raja Khang Hie (1662-1722) pada tahun 1673 masehi. Dinasti Khang Hie merupakan raja kedua.
Ada beberapa bagian dalam vihara yang mempunyai makna serta sejarah tersendiri seperti pot sembahyang Dewa Langit Bumi, yang konon bertarihk tahun 1673 M. Yakni pada masa di Mancuria bertahta Raja Khan Hi (1662-1722). Ada juga lonceng tua kek kon.
Pada bagian luar sejauh mata memandang keluar, kawasan vihara merupakan pelataran yang berfungsi sebagai terminal dan area bongkar muat kendaraan bus dan kapal motor yang melayani rute dari Pontianak menuju daerah perhuluan Kalimantan Barat.
9. Surau Bait An Nur
Ini surau tertua di Kalbar. Terletak tepat di Jalan Tritura, Kelurahan Kampung Dalam Bugis. Surau ini berjarak sekitar 500 meter dari Masjid Jami dan masih berada dalam kompleks Istana Kadriah.
Diperkirakan, umur surau ini sekitar 214 tahun dan didirikan oleh seorang nakhoda kapal bernama Ahmad pada 1806 masehi. Sekilas, Ahmad ini merupakan sosok nahkoda kapal yang membawa rombongan Sultan Syarief Abdurrahman sampai ke perairan Sungai Kapuas.
Tampak surau dengan ornamen khas Melayu ini masih kokoh berdiri. Warna kuning menambah daya tarik tersendiri pada surau yang terbuat dari bahan kayu 
10. Lapangan Keboen Sajoek
Tanggal 19 September 1945, sang saka Merah Putih pertama kali berkibar di tempat ini. Menandai Pontianak sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penggagasnya, Persatuan Pemuda Republik Indonesia (PPRI).
Berselang beberapa saat, lapangan ini juga mencatatkan diri sebagai saksi bisu perjalanan sejarah Indonesia di tanah Khatulistiwa. Tepat 15 Oktober 1945, digawangi oleh organisasi yang sama, sekitar pukul 15.00 WIB, ribuan massa waktu itu berkumpul dan mengadakan rapat umum. Tanda kesetiaan mereka pada Republik Indonesia.

Bukan hanya dua peristiwa penting itu saja, namun pada 24 Oktober 1949, diprakarsai Gabungan Persatuan Indonesia (GAPI), dihadiri lebih kurang 3.000 peserta dari berbagai kalangan, Merah Putih kembali dikibarkan. Kemudian lebih dikenal dengan sebutan Stadion Sepak Bola Keboen Sajoek dan di depannya menjadi pusat oleh-oleh Kalbar.
Sepuluh bangunan tua yang ada ini tengah diusulkan menjadi cagar budaya atau warisan budaya ke pemerintah pusat.
"Sebenarnya sudah dicatat dan diregistrasi, namun perlu ditetapkan ulang. Karena cagar budaya ditetapkan secara bertingkat yang dimulai dari kota, provinsi dan nasional," ujar Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Pontianak, Rendrayani.
Untuk melengkapi usulan itu, kata Rendrayani, perlu melakukan sejumlah penelitian tentang bangunan dan sejarahnya. "Misalnya Masjid Jami Pontianak struktur masjid seperti apa, sejarahnya apa, itu kami punya tim ahli cagar budaya Kota Pontianak," jelas dia.
Selain itu, seperti Lapangan Keboen Sajoek yang mempunyai sejarah panjang. Dimana disana ini menjadi lokasi pertama bendera Merah Putih berkibar di Pontianak.
Menurut Rendrayani, yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya baru ada dua, yaitu Istana Kadriah dan Masjid Jami. Sedangkan yang lainnya sudah diregistrasi tapi belum ditetapkan. "Kita khawatirkan kalau belum ditetapkan sebagai cagar budaya bisa tergerus oleh globalisasi. Yang lain sudah diregistrasi tapi belum ditetapkan," pungkasnya...

No comments